Kisah Sunan Kalijaga Raden Said

Pokok isi:Sunan Kalijaga
Sumber:Dikumpulkan dari berbagai sumber

Sejarah Singkat Raden Mas Said

Sunan kalijaga yang bernama asli Raden Said, adalah seorang putera dari Adipati tuban yaitu tumenggung Wilakita, tumenggung Wilakita yang akrab di sebut Raden Sahur, walau dia termasuk keturunan Ronggowale yang beragama Hindu tapi Raden Sahur sendiri sudah memeluk agama Islam pada masa itu.
Sejak kecil Raden Said sudah di perkenalkan kepada agama Islam oleh guru agama kadipaten Tuban, tetapi karena melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang kontradiksi dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Raden Said berontak dan menentang ayahnya sendiri yang menjabat sebagai Adipati, gelora jiwa muda Raden Said seakan meledak-ledak manakala melihat praktek oknum pejabat kadipaten Tuban di saat menarik pajak pada penduduk.

Rakyat yang pada waktu itu sudah sangat menderita di karenakan adanya musim kemarau panjang, semakin sengsara, mereka harus membayar pajak yang kadangkala tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, bahkan jauh dari kemampuan mereka, seringkali jatah mereka untuk persediaan menghadapi musim panen berikutnya sudah disita oleh para penarik pajak.

Walaupun Raden Said putera dari seorang bangsawan dia lebih menyukai kehidupan bebas, yang tidak terikat adat istiadat kebangsawanan, ia gemar bergaul dengan rakyat jelata atau dengan segala lapisan masyarakat, dari yang paling bawah hingga yang paling atas, justru karena pergaulannya itulah ia banyak mengetahui seluk beluk kehidupan rakyat Tuban.

Niat untuk mengurangi penderitaan rakyat sudah di sampaikan kepada ayahnya, tapi ayah Raden Said tak bisa berbuat banyak, ia cukup memahaminya pula posisi ayahnya sebagai Adipati bawahan Majapahit, tapi niatnya itu tidak pernah padam, jika malam hari sebelumnya ia sering berada di dalam kamarnya sembari mengumandangkan ayat-ayat suci Al Qur’an maka sekarang ia keluar rumah.

Di saat penjaga gudang kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi yang di tarik dari rakyat untuk di setorkan ke Majapahit, bahan makanan itu ia bagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkannya, hal ini ia lakukan tanpa sepengetahuan mereka.

Tentu saja rakyat yang tak tahu apa-apa itu menjadi kaget bercampur girang menerima rezeki yang tak terduga, walaupun mereka tak pernah tahu siapa yang memberikan rezeki itu karena Raden Said melakukannya di malam hari secara sembunyi-sembunyi.

Bukan hanya rakyat yang terkejut atas rezeki yang seakan turun dari langit itu, penjaga gudang kadipaten juga merasa kaget, karena makin hari barang-barang yang hendak di setorkan ke pusat kerajaan Majapahit itu semakin berkurang.

Mereka ingin mengetahui siapakah pencuri barang hasil bumi di dalam gudang itu, suatu malam ia sengaja mengintip dari kejauhan, dari balik sebuah rumah tak jauh dari gudang kadipaten, dugaannya benar ada seseorang yang membuka pintu gudang, hampir tak berkedip  penjaga gudang itu memperhatikan pencuri itu, ia hampir tak percaya pencuri itu adalah Raden Said putera junjungannya mereka sendiri.

Untuk melaporkannya sendiri kepada adipati Wilatikta mereka bahkan tak berani, kuatir di anggap membuat fitnah, maka penjaga gudang itu hanya minta dua orang saksi dari sang Adipati untuk memergoki pencuri yang mengambil hasil bumi rakyat yang tersimpan di gudang.

Raden Said tak pernah menyangka bahwa malam itu perbuatannya bakal ketahuan, ketika ia hendak keluar dari gudang sambil membawa bahan-bahan makanan beberapa orang prajurit kadipaten menangkapnya, beserta barang bukti yang di bawanya. oleh Raden Said dan langsung di bawa ke hadapan ayahnya, Adipati Wilatikta marah melihat perbuatan anaknya itu, Raden Said tidak menjawab untuk apakah dia mencuri barang-barang hasil bumi yang hendak di setorkan  ke Majapahit.

Tapi untuk itu raden said harus mendapat hukuman, karena kejahatan mencuri itu baru pertama kali di lakukannya maka ia hanya mendapat hukuman cambuk dua ratus kali pada tangannya, kemudian di sekap selama beberapa hari, tak boleh keluar rumah.

Sesudah keluar dari hukuman ia benar-beanr keluar dari lingkungan istana, tak pernah pulang sehingga membuat cemas ibu dan adiknya, lalu Raden Said merubah dirinya seolah-olah kejadian tersebut di sebabkan oleh perampok.

Harta hasil rampokan itu kembali di berikannya kepada fakir miskin dan orang-orang yang menderita lainny, tapi ketika perbuatannya itu mencapai titik jenuh ada saja orang yang bermaksud mencelakakannya.

Ada seorang pemimpin perampok sejati yang mengetahui aksi Raden Said menjarah harta pejabat kaya, kemudian pemimpin perampok itu mengenakan pakaian serupa dengan pakaian Raden Said, bahkan juga mengenakan topeng seperti Raden Said juga.

Pada suatu malam Raden Said baru saja menyelesaikan sholat isya mendengar jerit tangis para penduduk Desa kampunya sedang di jarah oleh perampok, ia segera mendatangi tempat kejadian itu, begitu mengetahui kedatangan Raden Said kawanan perampok itu segera berhamburan melarikan diri, tinggal pemimpin mereka yang sedang asik memperkosa seorang gadis cantik.

Raden Said mendobrak pintu rumah si gadis yang sedang di perkosa, di dalam sebuah kamar ia melihat seorang berpakaian seperti dirinya, juga mengenakan topeng serupa sedang berusaha mengenakan pakaiannya kembaili. rupanya ia sudah selesai memperkosa gadis tersebut.

Raden Said berusaha menangkap perampok itu namun pemimpin perampok itu berhasil melarikan diri, mendadak terdenganr suara kentongan yang di pukul bertalu-talu oleh para penduduk Desa, penduduk dari kampung lain berdatangan ke tempat itu, pada saat itulah si gadis yang baru di perkosa perampok tadi menangkap erat-erat tangan Raden Said, Raden Said jadi panik dan kebingungan para pemuda dari kampung lain menerobos masuk dengan senjata terhunus raden said di tangkap dan di bawa ke rumah kepala Desa.

Kepala Desa yang merasa penasaran mencoba membuka topeng di wajah Raden Said, begitu mengetahui siapa orang di balik topeng itu sang kepada Desa menjadi terbungkam, sama sekali tak di sangkanya bahwa perampok itu adalah putera junjungannya mereka sendiri yaitu Raden Said, gegerlah masyarakat pada saat itu, Raden Said di anggap perampok dan pemerkosa si gadis yang di perkosa adalah bukti dan saksi hidup atas kejadian itu, sang kepala desa masih berusaha menutup aib junjungannya diam-diam ia membawa Raden Said ke istana kadipaten Tuban tanpa sepengetahuan orang, tentu saja sang adipati jadi murka Raden Said di usir dari wilayah kadipaten Tuban.

Pergi dari kadipaten Tuban ini!
Kau telah mencoreng nama baik keluargamu sendiri, pergi!
Jangan kembali sebelum kau dapat menggetarkan dinding-dinding istana kadipaten Tuban ini dengan ayat-ayat Al Qur’an yang sering kau baca di malam hari.

Sang Adipati Wilatikta juga sangat terpukul atas kejadian itu Raden Said yang di harapkan dapat menggantikan kedudukannya ternyata telah menutup kemungkinan ke arah itu, sirna sudah segala harapan sang Adipati hanya ada satu orang yang dapat mempercayai perbuatan Raden Said, yaitu Dewi Rasawulan, adik raden said itu berjiwa luhur dan sangat tidak mungkin melakukan perbuatan keji.
Dewi Rasawulan yang sangat menyayangi kakaknya itu merasa kasihan tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya, ia meninggalkan istana kadipaten tuban untuk mencari Raden Said untuk diajak pulang.

Mencari Guru Sejati

Kemanakah Raden Said setelah ia di usir dari kadipaten tuban, ternyata ia mengembara tanpa tujuan pasti, pada akhirnya ia menetap di hutan Jatiwangi, selama bertahun-tahun ia menjadi perampok budiman, mengapa di sebut perampok budiman?
Karena hasil rampokkannya itu tak pernah di makannya sendiri melainkan selalu di berikan kepada fakir miskin, ia merampok hanya orang-orang tertentu saja seperti para hartawan atau orang kaya kikir, tidak menyantuni rakyat jelata.
Dan tidak mau membayar zakat.

Selama Menetap di hutan Jatiwangi ia tidak lagi mengunakan nama aslinya, orang menyebutnya dengan sebutan Brandal Lokajaya.

Pada suatu hari ada seorang berjubah putih yang melintasi hutan Jatiwangi, dari jauh Brandal Lokajaya sudah mengincarnya orang itu membawa tongkat yang gagangnya berkilauan dan terlihat seperti terbuat dari emas.

Terus di awasinya orang tua berjubang putih tersebut, setelah dekat ia hadang tanpa banyak bicara lagi ia merebut tongkat itu dari tangan lelaki berjubah putih tersebut karena tongkat itu di cabut dengan paksa maka orang berjubah putih itu jatuh tersungkur.

Dengan susah payah orang itu bangun, sepasang matanya mengeluarkan air walau tak ada suara tangis dari mulutnya, Raden Said pada saat itu sedang mengamati gagang tongkat yang di pegangnya, ternyata tongkat itu bukan terbuat dari emas, hanya gagangnya saja terbuat dari kuningan sehingga berkilauan tertimpa cahaya matahari, seperti emas Raden Said heran melihat orang tua itu menangis segera di ulurkannya kembali tongkat itu.

Jangan menangis, ini tongkatmu kukembalikan (ucap Raden Said).

Bukan tongkat ini yang kutangisi kata lelaki itu sembari memperlihatkan beberapa batang rumput di tangannya, Lihatlah! aku telah berbuat dosa, berbuat kesia-siaan, rumput ini tercabut ketika aku jatuh tersungkur tadi.

Hanya beberapa lembar rumput.
Kau merasa berdosa? (Tanya Raden Said heran).

Ya, memang berdosa!
Karena ku mencabutnya tanpa sesuatu keperluan, andaikata ku cabut guna memberi makanan ternak itu tidak mengapa, tapi untuk sesuatu kesia-siaan benar-benar suatu dosa (jawab lelaki itu).

Hati Raden Said bergetar atas jawaban yang mengandung nilai Iman itu.
Jubah putih : Anak muda sesungguhnya apa yang kau cari di hutan ini?
Raden Said : Saya menginginkan harta?
Jubah putih : Untuk apa?
Raden Said : Saya berikan kepada fakir miskin dan penduduk yang menderita,
Jubah putih : Sungguh mulia hatimu, sayang caramu mendapatkannya yang keliru.
Raden Said : Orang tua….apa maksudmu?
Jubah putih : Boleh aku bertanya anak muda, jika kau mencuci pakaianmu yang kotor dengan air kencing, apakah tindakanmu itu benar?
Raden Said : Hanya menambah kotor dan bau pakaian saja.
Lelaki itu tersenyum, demikianlah amal yang kau lakukan, kau bersedekah dengan barang yang di dapat secara haram atau mencuri itu sama halnya dengan mencuci pakaian dengan air kencing.

Raden Said tercekat lelaki itu melanjutkan ucapannya, allah itu adalah zat yang baik, hanya menerima amal dari barang yang baik atau halal.

Raden Said makin tercengang mendengar keterangan itu, rasa malu mulai menghujam lubuk hatinya betapa keliru perbuatannya selama ini, dipandangnya sekali lagi wajah lelaki tua itu agung dan berwibawa namun mencerminkan pribadi yang welas asih ia mulai suka dan tertarik dengan lelaki tua berjubah putih tersebut.

Banyak hal yang terkait dengan usaha mengentaskan kemiskinan dan penderitaan rakyat pada saat ini kau tidak bisa merubahnya hanya dengan memberi bantuan makan dan uang kepada para penduduk miskin, kau harus memperingatkan pada penguasa yang zalim agar mau mengubah caranya memerintah yang sewenang-wenang, kau juga harus dapat membimbing rakyat agar dapat meningkatkan taraf kehidupannya.

Raden Said semakin terpana, ucapan seperti itulah yang didambakannya selama ini, kalau kau tak mau kerja keras dan hanya ingin beramal dengan cara yang mudah maka ambillah itu, barang halal.

Ambillah sesukamu!

Berkata demikian lelaki itu sembari menunjuk pada sebatang pohon Aren, seketika itu pohon berubah menjadi emas, sepasang mata Raden Said terbelalak ia adalah seorang pemuda sakti dan banyak ragam pengalaman yang telah di kecapnya, berbagai ilmu yang aneh-aneh telah di pelajarinya ia mengira orang itu mempergunakan ilmu sihir kalau benar orang itu mengeluarkan ilmu sihir ia pasti dapat mengatasinya.

Tapi setelah mengerahkan ilmunya, pohon Aren itu tetap berubah menjadi emas, berarti orang tua itu tidak menggunakan sihir, ia benar-benar merasa heran dan penasaran, ilmu apakah yang telah di pergunakan orang tua itu sehingga mampu merubah pohon menjadi emas.

Raden Said terdiam beberapa saat di tempatnya berdiri, ia mencoba memanjat pohon Aren itu, benar-benar berubah jadi emas seluruhnya, ia ingin mengambil buah Aren yang telah berubah menjadi emas berkilauan itu, mendadak buah Aren itu rontok, berjatuhan mengenai kepala Raden Said pemuda itu jatuh terjerembab ke tanah roboh dan pingsan.

Ketika sadar buah Aren yang rontok itu telah berubah menjadi hijau seperti Aren-aren yang lainnya Raden Said bangkit berdiri, mencari orang tua berjubah putih tadi tapi yang dicari nya sudah tidak ada di tempat.

Ucapan orang tua tadi masih terngiang di telinganya, tentang beramal dengan barang haram yang di samakan dengan mencuci pakaian dengan air kencing, tentang berbagai hal yang terkait dengan upaya memberantas kemiskinan.

Raden Said mengejar oarang itu dengan segenap kemampuan di kerahkannya untuk berlari cepat akhirnya ia dapat melihat bayangan orang tua itu dari kejauhan.

Sepertinya santai saja orang itu melangkahkan kakinya tapi Raden Said tak pernah bisa menyusulnya, jatuh bangun terseok-seok dan berlari lagi, demikianlah setelah tenaganya habis terkuras dia baru bisa sampai di belakang lelaki berjubah putih itu.

Lelaki berjubah putih itu berhenti, bukan karena kehadiran Raden Said melainkan di depannya terbentang sungai cukup lebar, tak ada jembatan dan sungai itu tampaknya sangat dalam dengan apa ia harus menyeberang.
Raden Sain : Tunggu, sudilah kiranya tuan menerima saya sebagai murid.
Jubah putih : Menjadi muridku? Mau belajar apa?
Raden Said : Apa saja, sudilah kiranya manerima saya sebagai murid.
Jubah putih : Berat sekali anak muda, bersediakah engkau menerima syarat-syaratnya?
Raden Said : Saya bersedia.
Lelaki itu kemudian menancapkan tongkatnya ditepi sungai, Raden Said di perintahkan untuk menunggu tongkat itu tak boleh beranjak dari tempat itu sebelum orang tua itu kembali menemuinya.

Raden Said bersedia menerima syarat ujian itu.

Selanjutnya lelaki itu menyeberangi sungai sepasang mata Raden Said terbelalak heran, lelaki itu berjalan di atas air bagaikan berjalan di daratan saja kakinya tidak basah terkena air, ia semakin yakin calon gurunya itu adalah seorang lelaki berilmu tinggi, dan mungkin saja golongan para Wali.

Setelah lelaki tua itu hilang dari pandangan Raden Said, pemuda ini duduk bersila ia teringat suatu kisah ajaib yang di bacanya di dalam Al Qur’an yaitu kisah Shabul Kahfi, maka ia segera berdo'a kepada Tuhan supaya di tidurkan seperti para pemuda di goa Kahfi ratusan tahun yang silam.

Do'anya di kabulkan, Raden Said tertidur dalam semedinya selama tiga tahun, akar dan rerumputan telah merambati tubuhnya dan hampir menutupi sebagian besar anggota tubuhnya.

Setelah tiga tahun lelaki berjubah putih itu datang menemui Raden Said, tapi Rden Said tak bisa di bangunkan, barulah setelah mengumandangkan Adzan pemuda itu membuka sepasang matanya.

Tubuh Raden Said di bersihkan, di beri pakaian baru yang bersih.

Kemudian di bawa ke Tuban.

Karena lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang, (salah satu dari Wali Songo) Raden Said kemudian di beri pelajaran agama sesuai dengan tingkatannya yaitu tingkat para Waliyullah.
Dikemudian hari Raden Said terkenal dengan sebutan Sunan Kalijaga, pada banyak kisah ada juga yang menyebutnya dengan sebutan Syeh Abdul Khafi.

Kalijaga artinya orang yang menjaga sungai, karena ia pernah bertapa di tepi sungai, ada yang mengartikan Sunan Kalijaga adalah penjaga aliran kepercayaan yang hidup pada masa itu.
Dijaga maksudnya supaya tidak membahayakan umat, melainkan di arahkan kepada ajaran Islam yang benar.

Ada juga yang mengartikan legenda pertemuan Raden Said dengan Sunan Bonang hanya sekedar simbol saja, kemanapun Sunan Bonang pergi selalu membawa tongkat atau pegangan hidup, itu artinya Sunan Bonang selalu membawa agama, membawa Iman sebagai petunjuk jalan kehidupan.

Raden Said kemudian di suruh menunggui tongkat atau agama di tepi sungai, yang artinya Raden Said di perintah untuk terjun kedalam kancah masyarakat Jawa yang banyak mempunyai aliran kepercayaan dan masih berpegang pada agama lama yaitu hindu dan Budha.

Sunan Bonang mampu berjalan di atas air sungai tanpa amblas ke dalam sungai, bahkan tidak terkena  percikan air sungai, yang artinya Sunan Bonang dapat bergaul dengan masyarakat yang berbeda agama tanpa kehilangan identitas agama yang dianut oleh Sunan Bonang sendiri yaitu Islam.

Kerinduan Seorang Ibu

Setelah bertahun-tahun di tinggalkan kedua anaknya, permaisuri Adipati Wilatikta seperti kehilangan gairah hidup.
Terlebih setelah usaha Adipati Tuban menangkap para perampok yang mengacau kadipaten Tuban membuahkan hasil.
Hati ibu Raden Said seketika terguncang.

Kebetulan saat di tangkap oleh prajurit Tuban, kepala perampok  itu mengenakan pakaian dan topeng yang persis dengan yang di kenakan oleh Raden Said.
Rahasia yang selama ini tertutup rapat terbongkarlah sudah, dari pengakuan perampok itu tahulah Adipati Tuban bahwa Raden Said tidak bersalah.

Ibu Raden Said menangis, ia benar-benar telah menyesal mengusir anak yang sangat di sayanginya itu, sang ibu tak pernah tau bahwa anak yang di dambakannya itu bertahun-tahun kemudian sudah kembali ke Tuban, hanya saja tidak langsung ke istana kadipaten Tuban, melainkan ke tempat tinggal Sunan Bonang.

Untuk mengobati kerinduan sang ibu, tidak jarang Raden Said mengerahkan ilmunya yang tinggi, yaitu membaca Al Qur’an jarak jauh lalu suaranya di kirim ke istana Tuban.

Suara Raden Said yang merdu itu benar-benar menggetarkan dinding istana kadipaten, bahkan mengguncangkan  isi hati Adipati Tuban dan isternya, tapi Raden Said, masih belum menampakkan dirinya. Banyak tugas yang masih di kerjakannya.
Diantaranya menemukan adiknya kembali, pada akhinya, dia kembali bersama adiknya yaitu Dewi Rasawulan.
Tak terkirakan betapa bahagianya adipati Tuban dan isterinya menerima kedatangan putera-puterinya yang sangat dicintainya itu.

Karena Raden Said tidak bersedia menggantikan kedudukan ayahnya akhirnya kedudukan Adipati Tuban di berikan kepada cucunya sendiri yaitu putera Dewi Rasawulan dan Empu Supa.

Raden Said meneruskan pengembaraannya, berdakwah atau menyebarkan agama islam di jawa tengah hingga ke jawa barat.
Beliau sangat arif dan bijaksana dalam berdakwah sehingga dapat ditermia dan di anggap sebagai guru suci setanah Jawa.
Dalam usia lanjut beliau memilih Kadilangu sebagai tempat tinggalnya yang terakhir.
Hingga sekarang beliau di makamkan di Kadilangu, Demak.

Semoga amal perjuangan nya diterima di sisi Allah.

0 Response to "Kisah Sunan Kalijaga Raden Said"

Post a Comment

Kami Telah Menandai Spam Pada Komentar Yang Memberikan Link Hidup.