Sultan Hasanuddin Ayam Jantan dari Timur

sejarah sultan hasanuddin
Nama Lengkap:I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape
Alias:Sultan Hasanuddin
Julukan:Ayam Jantan dari Timur
Lahir:12 Januari 1631 di Makassar, Sulawesi Selatan
Pahlawan:Nasional
Wafat:12 Juni 1670

SEJARAH SULTAN HASANUDDIN

Sultan Hasanuddin, yang bernama asli I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape yang lebih dikenal dengan nama Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan tahun 1631.

Beliau merupakan Putera kedua dari Sultan Malikussaid, Sultan Gowa ke-15 yang dinobatkan menjadi Raja Gowa ke-16 pada tahun 1653.

Sebagai Putera kedua, Sultan Hasanuddin tidak berhak atas tahta Kerajaan Gowa.
Akan tetapi, saat sang ayah mangkat pada tahun 1665, para pembesar kerajaan sepakat untuk menobatkannya sebagai Raja Gowa, pilihan itu didasarkan atas prestasi yang dicapainya sewaktu ayahnya masih memerintah.

Sejak awal, Sultan Hasanudin memang sudah dipersiapkan untuk menjadi Raja, sehingga keahlian yang berkaitan dengan pemerintahan diajarkan kepadanya.
Beliau sudah sering diutus oleh ayahnya pergi ke beberapa Kerajaan lain di Indonesia, seperti Banten dan Mataram untuk mengadakan perjanjian kerja sama perdagangan dan pertahanan.
Saat itu, kesultanan Gowa menguasai lalu lintas perdagangan wilayah Timur Nusantara.

Pada masa pemerintahan ayahnya, Belanda sudah mendirikan beberapa kantor dagang di Kepulauan Maluku dan berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di daerah tersebut.
Hal itu merupakan ancaman bagi kerajaan Gowa, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, beliau berusaha menggabungkan beberapa Kerajaan kecil di Indonesia bagian Timur untuk bersama-sama menghadapi Belanda.

Ketegangan dengan kongsi dagang Belanda memuncak ketika Sultan Hasanuddin naik tahta memerintah Gowa. kehendak Belanda untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah menyebabkan benturan dengan Kerajaan ini.

Kebijakan monopoli itu sangat menyinggung kedaulatan Kerajaan Gowa dan dapat mengancam kehidupan ekonomi Kerajaan Gowa yang sebagai Kerajaan maritim sangat tergantung pada usaha perdagangan.

Sementara itu, beberapa Kerajaan kecil bersiap-siap untuk melepaskan diri dari kekuasaan Gowa, Arung Palakka dari Kerajaan Bone dengan dibantu Raja Soppeng mengadakan pemberontakan, akan tetapi pemberontakan itu dapat dikalahkan Sultan Hasanuddin.

Ada satu hal yang patut diperhatikan dalam perjuangan Sultan Hasanudin, yaitu masalah dengan Raja Bone, Arung Palakka, Gowa dan Bone sebenarnya sama-sama bersikap anti Belanda.
Namun perlakuan pasukan Gowa yang pernah melakukan pembunuhan terhadap keluarga Raja Bone, menjadikan dendam pribadi terhadap Kerajaan Gowa, meskipun kejadian itu terjadi sebelum Sultan Hasanuddin naik tahta sebagai Raja.

Di pihak lain, Arung Palakka mau membantu Belanda dengan satu syarat bahwa Belanda tidak mengganggu kedaulatan Kerajaan Bone, dengan strategi seperti itu, Bone memang berhasil mempertahankan kemerdekaannya sampai beberapa generasi.
Kepandaian Belanda dalam berdiplomasi menyebabkan Bone dan kerajaan taklukan lainnya selalu dapat dimanipulasi untuk melawan kerajaan-kerajaan yang anti-Belanda.

Perang antara Gowa dan Belanda tahun 1660

Perang itu diakhiri dengan perdamaian, akan tetapi perdamaian itu terlalu banyak merugikan Gowa.
Pada tahun 1662, timbul insiden dengan VOC, kapal De Walvisch yang memasuki perairan Makassar tanpa izin karena dikejar oleh pasukan Gowa, kandas di pantai.
Sebanyak 16 pucuk meriam disita oleh Gowa, dua tahun kemudian kapal VOC De Leeuwin juga tenggelam di Pulau Dayang-dayang.
Sebanyak seratus anak buah kapal mati tenggelam dan sisanya sebanyak 162 orang ditawan di Gowa.

Untuk menyelidiki kapal tenggelam tersebut, VOC mengirim 14 orang pegawainya ke tempat kandasnya kapal tanpa memberitahu kepada Sultan, kehormatan Sultan Hasanuddin merasa dilanggar dengan tindakan tersebut sehingga para pegawai VOC itu pun ditawan lalu dibunuh.

Pada tahun 1665, Gubernur Jenderal Joan Mattsuijker mengutus Joan van Wesenhagen ke Gowa untuk berdamai dengan Sultan Hasanuddin, tetapi perundingan damai itu ditolak.

Alasannya :
Syarat-syarat yang ditentukan VOC merugikan kerajaan Gowa.
Menghadapi perlawanan itu, pada bulan November 1666 armada VOC di bawah pimpinan Cornelis Speelman berangkat dari Batavia menuju Gowa.
Armada itu berkekuatan 21 kapal perang dengan membawa 1.000 orang tentara, 600 di antaranya adalah serdadu Belanda.

Dengan kekuatan sebesar itu pada tanggal 21 Desember 1666, Sultan Hasanuddin kembali melakukan perang kepada Belanda.
Dalam perang ini, Belanda dibantu oleh beberapa Kerajaan yang dapat mereka pengaruhi, beberapa buah benteng pertahanan Gowa seperti :
Samba Opu
Panakupang
Ujung Pandang
Dihujam meriam, serangan itu mendapat balasan dari Kerajaan Gowa.
Speelman menyadari bahwa pertahanan Gowa tidak mungkin ditembus sehingga ia mengubah taktik serangan, ia menggerakkan Armadanya ke Buton, tetapi di daerah pedalaman mereka mendapat perlawanan dari penduduk.

Pasukan Belanda terpaksa kembali ke kapalnya dan berlayar menuju Bantaeng, di tempat itu mereka mendapat perlawanan sengit dari pasukan Gowa.
Setelah membakar persediaan padi, pasukan Belanda kembali ke Buton.

Perlawanan Sultan Hasanuddin, Raja Gowa itu sepenuhnya didukung oleh kelompok bangsawan di Istana Raja, ditambah dengan militansi tentara Kerajaan menambah kekuatan pasukan.

Tidak mengherankan bila orang Belanda menjuluki Sultan Hasanudin sebagai Haanstjes van Het Oosten atau "Ayam Jantan (jago) dari Timur".
Julukan ini berdasarkan kenyataan bahwa semenjak pecah perang, Armada dagang Belanda di kawasan Laut Sulawesi, Laut Maluku (Ternate), bahkan di Kawasan Kalimantan tidak pernah aman dari gangguan armada Raja Gowa itu.

Di perairan Buton, berkobar pertempuran, Belanda dibantu Arung Palakka, akibatnya Gowa kewalahan. Pimpinan Gowa Karaeng Bontomaranu, Datu Luwu, dan Sultan Bima ditawan Belanda.

Pertempuran berkobar kembali

Karena kekuatan tidak seimbang, Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari Banteng menuju Gowa. Karena pertempuran yang terus berkobar mendatangkan kerugian banyak di pihak Gowa, Sultan Hasanuddin bersedia membuat perjanjian dengan VOC.
Perjanjian yang mengakhiri perang itu disebut :
Perjanjian Bongaya yang ditanda tangani pada tanggal 18 November 1667.
Perjanjian itu sangat merugikan Gowa.
Oleh karena itu, Sultan Hasanuddin yang merasa dirinya terlalu tertekan oleh isi perjanjian itu kembali menyusun kekuatan dan pada bulan April 1668, kembali melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Belanda.

Pertempuran sengit terjadi di beberapa tempat, Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan yang gigih. Tetapi, akhirnya ia terpaksa mengakui kekuatan lawannya, pada tanggal 24 Juni 1668, pertahanan terkuat dan terakhir kerajaan Gowa, yakni benteng Sombaopu jatuh ke tangan Belanda.
Sebanyak 272 buah meriam disita Belanda termasuk meriam pusaka "Anak Makassar".

Dengan jatuhnya benteng tersebut, kekuatan Sultan Hasanuddin semakin lemah.
Lima hari kemudian ia mengundurkan diri dari tahta kerajaan.

Pemerintahan Kerajaan Gowa pun kemudian diserahkan kepada Puteranya Sultan Amir Hamzah.
Namun, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda hingga meninggal dunia tanggal 12 Juni 1670, dan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional.

0 Response to "Sultan Hasanuddin Ayam Jantan dari Timur"

Post a Comment

Kami Telah Menandai Spam Pada Komentar Yang Memberikan Link Hidup.